Welcome;

Semoga blog ini bermanfaat bagi para pemirsa di seluruh indonesia.

Senin, 17 Oktober 2011

Dari Theosofi Menuju Pluralisme Agama


Sebagaimana pluralisme yang menganggap bahwa semua agama memiliki kebenaran yang sama, theosofi juga memiliki cara pandang serupa. Pluralisme saat ini telah berkembang menjangkau negeri-negeri berpenduduk muslim termasuk Indonesia dengan menawarkan pemahamannya. Demikian juga theosofi saat ini mulai memperlihatkan tanda-tanda kebangkitannya kembali. Meskipun keduanya memiliki tujuan untuk mempersatukan semua agama dalam suatu persaudaraan universal, namun kedua paham tersebut tetap berpijak pada suatu agenda, kepentingan, dan cara pandangnya sendiri. Agenda yang digulirkan bukan dalam rangka memperbaiki kehidupan keagamaan, melainkan bersifat destruktif terhadap sejumlah ajaran agama yang paling mendasar.

Agama dalam pandangan theosofi, juga dalam pluralisme, hanyalah merupakan suatu alat justifikasi dan legitimasi bagi kokohnya sebuah argumentasi dan kepentingan. Tujuan theosofi yang berusaha menciptakan suatu pola hubungan dan persaudaraan antar manusia tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan perbedaan alamiah hanya berhenti saja sebagai jargon. Sebab praktik-praktik theosofi yang berkembang justru paradoksal dengan ungkapan tersebut. Theosofi pada satu sisi merupakan paham yang bersifat merusak agama. Pada sisi yang lain juga menimbulkan keresahan akibat sejumlah ajarannya yang kontroversial dan menyimpan potensi konflik bagi praktik keagamaan yang ada.

Sejatinya Theosofi merupakan hasil perpaduan secara sinkretis antara spiritualisme Timur dan Barat dengan menggunakan kaca mata Barat. Hakikatnya, proses tersebut tidak murni sebagai usaha mengangkat dan menghidupkan kembali ”budaya” atau ”spiritualitas” Timur, melainkan merupakan bagian dari mekanisme pembaratan yang sedang berjalan. Demikian juga pluralisme seringkali memanfaatkan dan menggunakan ”kearifan lokal” sebagai unsur pembangun argumentasinya. Namun demikian tetap saja worldview Barat sukar dipisahkan dari entitas ajaran tersebut. Sebab argumentasi yang bersifat demikian hanya sekedar mencari ”akar” dan tidak pernah benar-benar ”mengakar”. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar